Hai Askara

Cek sound…cek cek cek sound. Bismillah, Assalamualaikum kengkawan *brb, bebersih sarang laba-laba di blog ini*

Hiatus selama 4 tahun dari dunia per-blog-an sukses bikin saya lupa cara log-in, lupa username blog ini, dan lupa gimana caranya posting tulisan. Tapi berkat ketekunan *ahelah* dan kerjakeras, sampailah juga saya disini.

Setelah 4 tahun ngilang, saya datang dengan membawa kabar gembira untuk *paling ga untuk diri saya sendiri dan keluarga kecil kami* bahwa….Alhamdulillah saya sudah melahirkan anak kedua saya. Dan karena itu pula-lah, saya memaksakan diri untuk mau berkisah lagi disini.

Dialah yang Bernama ASKARA DANADYAKSA SAFRI

ABW_8902-2

Mengingat kakak Rana yang sudah menginjak usia 3 tahun pada waktu itu, dan sudah mulai mendesak kami untuk punya adik dalam tempo sesingkat-singkatnya. Akhirnya saya pribadi memberanikan diri untuk hamil lagi. Padahal emaknya ini lagi menikmati masa-masa kebebasan melancong kesana kemari..hahaha *dasar emak egois*. Tapi ya Bismillah sajalah. Alhamdulillah, Ramadhan tahun 2018 Allah memberikan amanah itu *singkat cerita, saya hamil*.

Gimana rasanya kehamilan kedua? nano-nano. Antara lebih santai tapi lebih banyak deg-degannya. Dari mulai deg-degan menghadapi persalinan, sampai deg-degan saat beradaptasi dengan segala macam cerita tentang membesarkan 2 anak.

Ditulisan ini saya hanya akan cerita tentang bagaimana kami menghadapi persalinan.

Prinsip kami tetap sama dan tetap keukeuh. Ingin bersalin dengan lembut, damai, tenang, normal, dengan catatan tanpa robekan perinium. Hahaha. Jujur sih, robekan perinium yang  uwow saat melahirkan Rana berpengaruh besar pada proses pengasuhan di waktu-waktu awal. Dan akhirnya ketakutan ini terbawa ke kehamilan kedua. Ini juga yang bikin saya ngerasa “saya mampu ga ya”. Fatalnya,  di kehamilan kedua ini, saya juga ga ikut hypnobirthing untuk berdamai dengan segala ketakutan itu.

Fokus saya tersita banyak pada “Mencari Provider Persalinan”. Bagi saya pribadi, menemukan provider persalinan yang mampu mendukung persalinan gentle itu susah-susah gampang, dan harus keras kepala untuk bisa nemu yang klik. Dulu saya pikir, di persalinan kedua ini..mungkin saya bisa saja bersalin dengan siapa saja. Tapi nyatanya, mental saya ga cukup kuat untuk itu :p.

Dilemanya banyak banget selama mencari provider ini. Saya tetap ingin lahiran dengan bidan. Tapi, Bidan Yulie yang dulu membantu saya melahirkan Rana pindah ke Cilegon, dan hanya melayani home birth. Sedangkan suami tidak mengizinkan saya untuk home birth. Bidan Erie…ngebayangin perjalanan Citayam – Cakung pakai motor aja udah bikin saya mules. Ndilalah, saat saya mengantar saudara ke suatu daerah dekat rumah saya….bertemulah satu klinik yang menawarkan persalinan minim trauma. Huwaaa, bahagianya hatiku.

Saya coba tanya-tanya-lah tentang bagaimana bersalin disana, saya lihat tempat bersalinnya, biaya persalinannya, dsb. Dan saat itu saya sudah masuk trimester 3. Sayangnya, pada kunjungan kedua…entah kenapa hati saya ga kunjung klik dengan providernya.

Dan di warung sate…dengan kepasrahan setinggi-tingginya saya coba hubungi Bidan Yulie “Tante…Rumah Puspa udah bisa untuk lahiran belum yak?” dan apa coba jawabannya saudara-saudaraaaaa “Awal Januari Insya Allah bisa”. Saya langsung nangis dong. Ya Allah semoga berjodoh, Sambil terus komunikasi sama adik bayi “Adik bayi mau lahiran dimana?”. Kenapa bersama Bidan Yuli kembali? karena beliau pernah menangani saya sebelumnya, dan saya bisa menjadi diri saya sendiri di depan beliau..no jaim-jaim dan itu kunci utama #yeah

2 Minggu sebelum bersalin

Akhirnya saya tali kasih dengan bidan Yulie. Beliau cek posisi janin, Alhamdulillah sudah masuk panggul walau belum mengunci. Beliau kasih beberapa PR yang harus saya lakuin, dari mulai goyang inul, power walk, rebozo, goyang-goyang di gym ball, dsb. Di kehamilan ini saya sangaaaat santai. Saking santainya, saya baru rutin yoga (itu juga sendirian aja di rumah) di usia kandungan 37 minggu. Power walk kalau suami lagi libur aja…itu juga ga ada jalan 1 km. Ga sama sekali hypnobirthing ataupun relaksasi mandiri di rumah. Latihan nafas yang yah gitu ajah. Ga sama sekali pijat perinium ataupun senam kegel. So, ini saya niat ga sih memberdayakan diri untuk lahiran secara gentle. Pliiiis jangan ditiru sodara-sodara.

Bahkan saat keluat statement “Tante, di kehamilan ini saya jadi banyak khawatirnya. Ga pengen banget ada robekan perinium lagi”. Saya justru diomelin “pikir yang positif aja, semuanya bermula dari pikiran” yah kurang lebih gitu dah bahasanya…saya juga males ngecek diksinya di whatsapp *apasih.

Tapi saya rajin sounding kok “adik bayi, mau lahiran sama bidan yuli? lahirnya UK 39 aja lah ya. Ayo turun ke panggul, Posisi optimal biar mudah persalinannya. dsb”

17 Januari 2019

Kontrol ke Dokter Alesia di RS Bunda Aliya (btw, ini dokter gahol dan seru banget dah). Sudah masuk UK 39 Minggu, mulai mules tapi saya pikir cuma kontraksi palsu aja. Jadi saya ya santai aja. Pas dicek ternyataaaaa….sudah bukaan 1. Dan saat di USG, ternyata adik kelilit tali pusat. Wow. Saya cuma bisa berdoa, semoga tali pusatnya panjang, dan adik bisa lahir dengan pervaginam. Deg-degan sih, mengingat kakaknya juga lahir dengan satu lilitan tali pusat yang super pendek, dan itu yang bikin persalinan lebih lama…dan kakak Rana berjuang dengan keras untuk bisa mbrojol. Bismillah

Lepas kontrol, kami pulang dan menemukan satu mobil bak parkir cantik di jalanan dan berjualan Duriaaaan. Ah, hamil 39 minggu tepat disaat musim durian adalah berkah yang Allah berikan ke saya. Dengan bahagia, saya memboyong 1 butir durian dengan rasa yang mantaaaaaap. Malam itu saya lalui dengan menghitung gelombang cinta, ngemil durian, dan tidur lelap. Asli, kontraksi ga terlalu kerasa beda banget sama Rana. Di posisi ini, waktu itu saya udah ga bisa tidur  dengan lelap.

18 Januari 2019

Karena gelombang cinta datang semakin intens, dan sudah ada flek maka kami memutuskan untuk ngesot santai ke tempat bersalin di bilangan Tambun_naik motor. Dilakukan setelah selesai nyuci baju, nyapu, ngepel, beresin rumah, ganti sprei, buang sampah dan segala rupa.

Sampai di Rumah Puspa…coba tebak apa yang terjadiiiiii, Gelombang Cintanya hilang :D. Ini antara lucu, tapi juga bikin sedih sih. Sampai-sampai tante Yuli nyodorin kunci Apartemennya demi saya bisa renang biar gelombang cinta semakin intens, ehtapi ga kepake karena hujan dan saya milih tidur siang.

Asli, seharian itu saya tidur cantik sambil sesekali gelombang cinta datang dengan waktu yang ga teratur. Sorenya, kami putuskan untuk jalan-jalan cakep ke Alf*mart beli cemilan *padahal saya udah nyetok 1 tupperware berisi durian*.

Maghrib, dicoba untuk VT dan ternyata sudah bukaan dua, dan kami disuruh nginep. Baiklah, mungkin ini tandanya kami berjodoh dengan Sop Kambing di depan Rumah Puspa. 1 porsi sate kambing, dan 1 mangkok sop kambing yang enak itu sukses jadi penambah tenaga saya.

Sekitar jam 9 atau 10 malam….saat saya ke toilet, tetiba *surrrrr* air ketuban saya rembes. sambil mikir dalam hati “laaaah….rembes lagi, persis waktu lahiran si kakak”. Tante Yuli cuma bilang “ya udah hemat tenaga, kalau bisa tidur..tidur. kalau ada yang rembes, diganti minum”

ABW_7589

Berteman dengan Pocari Sweat *bukan iklan

Jadilah, malam itu saya tidur bersama rembesan air ketuban, sebotol besar Pocari Sweat dan sebatang cokelat penambah energi. Makin malam, gelombang cinta semakin kuaaaaat.

Awalnya masih berusaha tiduran cantik di kasur, sesekali gelombang cinta datang saya pegang tangan suami keras-keras, sambil dia elus-elus panggul saya. Makin malam, saya makin ga jelas. Asli, ngerasain gelombang cinta cuma sambil tiduran itu ga asyik pemirsa. Akhirnya saya ambil gym ball, saya goyang-goyang cakep dah. Sambil squat juga, goyang itik juga, Apa ajalah yang bikin jalan lahir semakin terbuka, dan adik semakin mudah turun. Ngeliat saya makin heboh, dini hari, tante Yulie nawarin untuk saya berendam di kolam hangat…hydrotherapy kalau ga salah. Nyessss, hangatnya itu bikin saya lebih rileks. Saya disuruh untuk tidur (lagi) di dalam kolam. Alhamdulillah, dapat 30 menitan tidur di dalam kolam.

Pukul 05.30 pagi 19.01.19

ABW_7621

Pembukaan maju menjadi bukaan 5. Sambil baca Almatsurat, sambil ga konsen karena kok rasanya sudah ingin mengejan dan gelombang cinta makin cihuy. Pukul 06.00 (kalau ga salah) saya ditanya lagi “mau di kolam atau di kasur aja?”. Saya pilih “Kolaaaaaaaam”. Akhirnya saya nyebur ke kolam hangat lagi. Sambil mikir, “ini seriusan mau lahiran?”..hahaha. Di klinik saat itu, kami betul-betul hanya bertiga, saya, suami, dan Bidan Yulie (karena asisten bidan semuanya sedang tugas di luar dan baru akan pulang pukul 09.00 pagi).

Saya nyebur ke kolam hangat. Badan saya bergerak sesukanya mencari posisi yang nyaman, dari mulai posisi jongkok nanggung sambil bersender ke kolam sampai jongkok ga jelas. Sambil ngikut ajakan mengejan, sambil ikut muntah. Lah ini heboh banget…ga ada tenang-tenangnya :v. “Tante, ini kenapa udah ngajakin ngejan?” tanya saya, tante bidan cuma bilang “ikutin aja kemauan badan kamu”. Yo wislah, menarilah kami bersama air #eaaaak. Sambil inget-inget lupa teknik pernapasan…*biasa ini sih ya*. 06.45 pagi, Askara lahir ke dunia, meluncur ditangkap oleh tangan Tante Bidan Yuli dengan satu lilitan tali pusat. Alhamdulillah.

ABW_7642

Apakah saya bersalin dengan gentle? entahlah. Bagi saya, persalinan Askara itu heboh (saya doang yang heboh sih), seru, dengan suasana yang privat seperti di rumah sendiri, dan meluncur dengan sangaaaaat lembut (yah satu tarikan nafaslah, setelah sebelumnya nafas berkali-kali :p). Dan dimana keberadaan suami saya? lagi ngegulung celana pengen nyemplung ke kolam, tapi saya keburu mbrojol :p. Padahal  beliau yang mau menyambut Askara….sayang keduluan.

Dan Alhamdulillah, 3 mimpi saya dapat terwujud… lahir bersama orang-orang yang mendukung saya dalam suasana yang privat dan seperti di rumah sendiri. Nyobain lahir di air. Dan Askara bisa bersama dengan kakak Plasenta untuk waktu yang cukup lama.

Yaaak, setiap persalinan punya ceritanya sendiri-sendiri. Lain Rana, lain Askara. Dan masing-masing mereka memilih ceritanya sendiri.

ABW_7748

Leave a comment