Jalan-jalan di Jakarta

Jalan-jalan di Jakarta. Judulnya adalah bukti bahwa saya males mikirin judul. Tadinya mau dikasih judul “Wisata irit di Jakarta, no 3 paling wow”, tapi sayang kepanjangan. Ok, langsung ke core of the core. Saya bakal cerita panjang tentang liburan singkat kami di Jakarta, Diceritakan oleh orang Jakartanya langsung. Wow

kameradancahaya-1950

Bundaran HI (Foto. Khairuddin Safri)

Liburan singkat nan irit ini dilatari oleh tuan suami yang kebetulan dapat jatah libur 3 hari (baca: Jumat, Sabtu, Minggu). Dan ini hanya akan muncul 7 minggu sekali. Kemudian kami berpikir “Ini harus dirayakan dengan suka cita”. Awalnya kami berencana ke Bandung, tapi mengingat adik bayi baru berusia 3 bulan dan belum berani ajak jalan jauh-jauh, kebetulan tanggal 30-31 Maret itu masih tanggal tua kering kerontang dalam kalender keluarga kami..jadi cari yang dekat dan murah meriah ajalah ya.

So, kami memutuskan untuk liburan di Jakarta saja. Liburan yang dibuat ala “wisatawan”. Mengingat di timeline Instagram berseliweran penampakan Jakarta yang baru, alias Jakarta rasa Singapura, Tokyo, dll (padahal gue juga belum pernah kesono), saya jadi penasaran juga buat menghadirkan diri, merasakan yang baru-baru di sekitaran Jalan Thamrin.

Karena niat kami liburan ala wisatawan, dengan isengnya kami pindah tempat tidur dari rumah ke hotel. Hotel dengan budget di bawah 500.000 yang dekat dengan lokasi Car Free Day (Baca: Sarinah, Thamrin). Setelah searching di Traveloka, pilihan kami jatuh ke:

Hotel Grand Cemara

Lokasinya di Jalan Cemara No 1, Gondangdia. Hotel dengan budget di bawah 500.000 yang cukup komplit fasilitasnya menurut saya. Pertama karena lokasinya strategis, dekat dengan Sarinah, Jalan Sabang, Jalan Jaksa, jalurnya dilalui Transjakarta Low Deck jurusan Gondangdia – Tanah Abang. Kedua, Kamarnya lumayan luas dibandingkan hotel-hotel low budget jaman sekarang. Ketiga, kamar mandinya dilengkapi bathtub, dan kulkas. Keempat, punya fasilitas kolam renang walaupun dalamnya 1,5 meter..hahaha. Dan Rana puas banget berendam di bathtubnya :D.

Ok, sekarang kita mulai ke destinasi ajaibnya ya. bakal panjang dan harap bersabar 😀

DESTINASI 1: “Lihat Pameran Semasa di Balaikota”

Setahu saya, Semasa ini adalah pameran rutin yang diadakan di Kota Tua. Karena nama brand aslinya memang Semasa di Kota Tua. Dia itu sejenis pasar tempat kumpulnya pengrajin dari mulai pakaian, perhiasan, aksesoris, keramik, makanan minuman, lilin dan aroma terapi, bahkan ada tumbuhan juga.

Produknya itu eksklusif gitu, harganya menurut dompet saya pribadi bisa dibilang tak terjangkau…hahaha. Tapi asli….klo lu bisa punya salah satu dari produk para pengrajin itu, lu bakal beruntung banget. Karena saya pikir mereka ga produksi itu secara massal. Jadi, hari itu…saya cuma numpang cuci mata aja sambil mengagumi karya mereka. Oh iya, hampir lupa….Semasa di Kota Tua, kebetulan di hari kami berlibur justru hadir di Balai kota. Beruntungnya kami 🙂

DESTINASI 2: “Perosotan di Gedung Balaikota”

BTW, mungkin ada yang belum tahu…Balaikota setiap weekend terbuka untuk umum loh. Jadi kita bisa masuk ke dalam kantor Gubernur Jakarta yang dibangun oleh Belanda pada tahun 1900an. Kita juga bisa duduk-duduk manis aja di halaman Balaikota yang rindang, sambil main perosotan (ok, ini kegiatan ilegal yang kalau ketahuan security bakal dimarahin)

DESTINASI 3: “Kulineran di Jalan Sabang”

Jalan Sabang ini emang udah terkenal jadi salah satu pusat kuliner Jakarta. Berbekal googling (hahaha), ada beberapa makanan rekomendid disana, salah satunya Claypot Popo. Saya tertarik dengan sejarahnya, jadi Claypot Popo ini dibuat oleh seorang cucu sebagai wujud sayangnya sama sang Popo (Nenek) yang sering masakin makanan di Claypot untuk cucunya.

Dalam keadaan lapar, kami kesana. Ternyata antri..hahaha. Tempatnya kecil, kapasitasnya ga banyak. Rana mulai laporan “Bu..Rana Laper…Laper..per…per”. Askara mulai bosan tidur di stroller. Antrian masih lumayan banyak. Dan makanan yang disajikan di Claypot itu panasnya bertahan lama. Saya ga bisa ngebayangin rusuhnya klo saya maksain makan disitu, so kami menyerah. Nanti aja lah ya, balik kesini lagi berdua aja sama tuan suami :D.

Akhirnya kami pindah ke tempat makan lain yang direkomendasikan oleh google. Namanya “Nasi Gandul”. Makanan khas Pati. Kirain bakal kaya Gultik (Gulai Tikungan) khas Blok M, ternyata dia adalah campuran Nasi, yang disiram kuah manis, dan daging kering yang manis juga disajikan di atas piring beralaskan daun pisang, kemudian ditaburi irisan bawang putih goreng. Enak loh, menurut saya. Harganya 17.000 Sajah.

Jalan Sabang ini sebenernya berpotensi kaya Jalan Braga di Bandung. Kalau ajaaaa, kendaraan ga boleh lewat Jalan Sabang. Asli, trotoarnya masih ga nyaman banget untuk jalan kaki (apalagi saya bawa stroller waktu itu). Mobil dan motor parkir seenaknya di trotoar, dan menyisakan hanya sedikit ruang untuk jalan kaki. Semoga kedepan bisa dibenahi oleh pemerintah.

DESTINASI 4: “Naik MRT”

Sejak Jakarta punya moda transportasi umum baru, MRT jadi destinasi wisata paling hits. Paling ga sampai masa berlaku tiket gratisnya habis di tanggal 31 Maret 2019. Antriannya maaaak, puanjang kali. Sebenernya Rana udah pernah naik Ratangga (nama kereta MRT), tapi waktu itu masih nyobain jalur bawah tanahnya aja, belum sukses ngerasain Ratangga naik ke permukaan tanah #halah.

Hari itu, lepas dari Jalan Sabang, kami naik Transjakarta ke Stasiun MRT Dukuh Atas. Kenapa ga dari Bunderan HI? karena saya yakin antriannya bakal kaya antri sembako. Dan betul saja pemirsaaaaa, antriannya sampai keluar stasiun.

Dan di Stasiun Dukuh Atas pula lah Jakarta punya pemandangan baru. Apakah itu? jeng jeng. Dukuh Atas ini rencananya bakal jadi pusat transit terpadu. Jadi dia adalah titik temu antara MRT, Commuter Line, Kereta Bandara, dan Transjakarta dari berbagai penjuru. Maka, didesain lah sedikit ruang terbuka yang lucu. Dan juga ada terowongan warna warni di Jalan Kendal, sebagai akses jalan bagi penumpang Commuter Line, MRT dan Kereta Bandara serta Transjakarta. Kata suami, dulu terowongan ini adalah tempat mobil lewat dari Thamrin menuju Taman Lawan. Tapi kemudian ditutup, untuk digunakan oleh pejalan kaki.

Di Stasiun MRT ini suasananya emang beda, berasa di Jepang. Luas, modern, sistemnya teratur, dan ramah difabel. Saya bahkan sempat nyoba ruang menyusuinya loh.

kameradancahaya-162356

Ruang Menyusui di Stasiun Dukuh Atas

Sore itu, Ratangga kondisinya penuh sesak. Kami masuk, sengaja berdiri untuk lihat pemandangan. Rencananya akan turun di Stasiun Blok M, agar Rana bisa ngerasain saat Ratangga keluar dari bawah tanah. Tapi sayang, baru aja jalan…Askara mulai rewel. Mungkin dia ga nyaman dengan kerumuman. Akhirnya, kami putuskan untuk jalan dua stasiun sajaaaa, di Bendungan Hilir kami putuskan untuk turun dan kembali lagi ke Dukuh Atas. Hiks sedih, tapi Alhamdulillah…setelah dijelaskan panjang kali lebar, Rana legowo dan bersedia untuk nyobain Ratangga yang keluar dari bawah tanah lain waktu.

Di Dukuh Atas awalnya kami mau duduk-duduk santai sambil lihat pergantian sore ke malam. Lihat gemerlap lampu gedung-gedung bertingkat. Tapi ya gitu deh, anak bayi udah mulai capek sepertinya. Saya juga ga mau ngoyo, namanya juga liburan santai. Akhirnya kami putuskan untuk pulang lagi ke hotel, naik Transjakarta Low Deck menuju Sarinah. Bedanya Transjakarta Low Deck dengan yang biasa adalaaaah…Low Deck haltenya ada di pinggiran jalan, dan jalurnya ikut bersama kendaraan lainnya (baca: ga punya jalur khusus). Bayarnya? 3500 saja, tapi hanya untuk sekali naik.

Image result for TRANSJAKARTA LOW DECK

Transjakarta Low Deck (Foto. Google)

DESTINASI 5: “Car Free Day Bundaran HI”

Kalau dengar Car Free Day, yang terlintas di benak saya adalah “Cuci Mata”…hahha. Karena pasti ada aja hal menarik disana. Dari mulai dagangan yang aneh-aneh, sampai aktivitas komunitas yang menarik. Dan di CFD versi liburan ini, niat saya hanya satu…”Nyobain Makanan Malaysia di Tenda Ikhwan”. Dua pekan lalu, kami ga sengaja mendapati tenda ini di sekitaran Kedubes Jepang. Dari spanduknya menarik sekali “Roti Canaik dan Teh Tarik Ikhwan, Keuntungan untuk Amal, Telur di Cuci”. Ga hanya spanduknya yang menarik perhatian, baju penjualnya juga menarik..khas Malaysia sekali, belum lagi lagu-lagu yang diputar adalah Nasyid Malaysia (Hijjaz, Raihan, dsb). Tapi ada lagi yang bikin penasaran…..Antrianya panjaaaaaang banget. So, dua pekan lalu itu…kami urungkan niat buat makan disana, dan kemudian bertekad akan makan lagi suatu saat nanti.

Pagi itu, kami jalan dari hotel pukul 06.00 pagi. Sampai di lokasi CFD sekitar pukul 06.30. koki-kokinya masih bersiap-siap, warung belum dibuka. Kami jalan-jalan dulu muterin air mancur HI. Nongkrong sebentar, sambil ngemil telur gulung, dan es kopinya hotel Pullman (yang ajaibnya jualan juga di luar hotel).

Sampai tiba saatnya di warung Ikhwan ituuuuu, ternyata udah ngantri juga. Alhamdulillahnya masih bisa ditunggu lah. Menunya ada Nasi Lemak, Canai, Martabak, Teh Tarik dan tentu saja Milo asli Malaysia :D. Rasa makanannya enak loh, persis waktu saya ke Malaysia. Dan saya curiga, yang dagang juga orang Malaysia asli (baru curiga aja sih). Lumayan mengobati rasa rindu sama roti canai telur kuah kari dan milo malaysia. 

Yaaak…itu dia cerita singkat liburan kilat dan irit di tengah kota Jakarta

 

Leave a comment